Rabu, 13 Agustus 2008

Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 276 Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Asam Fusarat


Sukmadjaja et al.: Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 276
Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Asam Fusarat
atau Filtrat F. oxysporum dan Regenerasinya
Membentuk Planlet
Deden Sukmadjaja, Ika Mariska, Endang G. Lestari, Mia Kosmiatin,
Mesakh Tombe, dan Hobir
Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
ABSTRAK
Untuk meningkatkan keragaman somaklonal tanaman abaka dilakukan dengan
menggunakan mutagen fisik, yaitu radiasi sinar gamma dengan dosis radiasi 0,0; 0,5;
1,0; 1,5; 2,0; dan 3,0 Krad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sema-kin tinggi dosis
radiasi maka semakin rendah kemampuan kalus untuk berege-nerasi di mana pada
dosis 3,0 Krad kalus tidak tahan terhadap radiasi yang di-berikan sehingga tidak
mampu beregenerasi. LD50 diperoleh pada kisaran dosis 1,0-1,5 Krad. Untuk
mendapatkan nomor harapan baru tanaman abaka yang tahan terhadap penyakit
Fusarium oxysporum dilakukan seleksi in vitro dengan menggunakan komponen
seleksi , yaitu toksin murni asam fusarat dengan kon-sentrasi 1, 15, 30, 45, 60, dan
75 ppm dan filtrat yang diisolasi dari F. oxyspo-rum dengan konsentrasi 10, 30, dan
50%. Seleksi dilakukan 2 tahap, di mana tahap kedua konsentrasi komponen seleksi
dinaikkan satu tingkat dari seleksi tahap pertama. LD50 seleksi tahap pertama
diperoleh dari perlakukan dosis radiasi 1,0 Krad dengan komponen seleksi asam
fusarat 15 ppm. Dari seleksi tahap pertama menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis
radiasi dan semakin tinggi konsentrasi komponen seleksi maka semakin rendah
kemampuan tunas beregenerasi. Jumlah dan tinggi tunas tertinggi dihasilkan dari
perlakuan radiasi 1,0 Krad pada 0 ppm diikuti oleh perlakuan radiasi 1,0 Krad dengan
komponen seleksi asam fusarat 15 ppm. Hasil yang sama juga diperoleh pada seleksi
ta-hap kedua. LD50
seleksi tahap kedua diperoleh dari perlakuan dosis radiasi 1,5
Krad dengan komponen seleksi asam fusarat 15-30 ppm. Secara umum per-lakuan
radiasi lebih tahan daripada perlakuan tanpa radiasi. Dengan demikian p erlakuan
radiasi membuka peluang untuk mendapatkan nomor harapan baru tanaman abaka
yang tahan penyakit F. oxysporum.
Kata kunci: Abaka, Fusarium oxysporum, asam fusarat
ABSTRACT
Gamma-ray irradiation as a mutagen was used to increased somaclonal variation on
abaca in vitro culture. Abaca calli were exposed to 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, and 3.0 Krad
of gamma rays. The experiment results showed that callus growth capacity
decreased with increasing dosages of gamma rays irradiation. Callus capacity to
regenerate stopped at 3.0 Krad of irradiation dose. The LD50 was found between
1.0-1.5 Krad of irradiaton dose. To obtain new clones of resistant abaca to F.
oxysporum, in vitro selection was treated by using two kind selection components
with different concentrations: pure toxin of fusaric acid (1, 15, 30, 45, 60, and 75
ppm) and F. oxysporum filtrate (10, 30, and 50%). Selection was carried out in two
stages. Concentration of selection components in stages II increased one level to
concentration in stage I. The LD50 of selection in stage I was found at 1.0 Krad of
irradiation dose with 15 ppm of fusaric acid as selection component. At stage I
selection showed that a higher irradiation dose and selection components Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman 277
decreases shoot regeneration capacity. The highest number and height of shoot
were observed from the 1.0 Krad of irradiation dose at 0 ppm followed by 1.0 Krad
of irradiation dose with 15 ppm of fusaric acid as selection component. The similar
results were also found at stage II. The LD50 at stage II selection was resulted from
1.5 Krad irradiation dose with 15-30 ppm at fusaric acid. Generally, the abaca
cultures treated by gamma-ray irradiation more resistant to F. oxysporum than
without irradiation. This indicates that irradiation treatment can be used to produces
new resistant abaca clones to F. oxysporum.
Key words: Abaca, Fusarium oxysporum, fusaric acid
PENDAHULUAN
Abaka merupakan salah satu jenis pisang penghasil serat sebagai produk
agribisnis unggulan (Kadin, 1999). Kebutuhan pasar dunia terhadap serat abaka
masih tinggi dan tidak dapat dipenuhi oleh negara produsen seperti Filipina dan
Equador. Keadaan ini memberikan peluang untuk mengembangkan abaka di
Indonesia. Hal ini didukung oleh lahan dan iklim tropis yang sesuai untuk tanaman
pisang-pisangan, sehingga abaka merupakan tanaman yang potensial untuk di-
kembangkan saat ini. Banyak kalangan swasta yang akan mengembangkan secara
luas dan pada masa mendatang kebutuhan bibit diproyeksikan lebih dari 1 juta.
Serat abaka dimanfaatkan untuk tali kapal laut karena kuat, tahan terhadap
air asin dan kelembaban tinggi (Haroen, 1999). Pulp abaka sangat baik digunakan
untuk bahan baku kertas berkualitas tinggi misalnya kertas saring, kertas dasar
stensil, kertas berharga (check, kertas dokumen di bank), kertas uang (dolar
Amerika), tissue, kertas teh celup (Wardiyati, 1999), bahan tekstil, kain jok, dan
popok bayi (Haroen, 1999).
Dalam pengembangan tanaman abaka permasalahan utama yang dihadapi
adalah serangan penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium
oxysporum f. sp. Cubense (Anunciado et al., 1977). Pertanaman abaka yang akan
dikembangkan secara besar-besaran yang mencapai ratusan ribu hektar dikhawa-
tirkan dapat menimbulkan masalah pengembangan penyakit yang sangat cepat
karena varietas yang ada tidak tahan penyakit layu Fusarium.
Salah satu u paya untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain peng-
gunaan varietas yang tahan penyakit, namun keragaman genetik pada tanaman
abaka relatif rendah terutama sifat ketahanan terhadap penyakit. Salah satu cara
untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah melalui variasi somaklo-nal
yang dikombinasikan dengan radiasi sinar gamma yang diharapkan dapat
menghasilkan mutan baru sebagai sumber keragaman untuk peningkatan kualitas
genetik tanaman.
Penggunaan radiasi sinar gamma yang telah dilakukan untuk meningkatkan
keragaman somaklonal tanaman pisang cavendish, yaitu pada dosis 2,5 Krad
(Krikorian dan Cronaeur, 1986). Hasil penelitian El-Fikio (1997) menunjukkan bahwa
perlakuan radiasi sinar gamma pada dosis 4 dan 5 Krad dan melalui seleksi in vitro
terhadap aluminium menghasilkan tanaman kentang yang toleran terhadap salinitas.
Imelda et al. (1997) melaporkan bahwa radiasi sinar gamma pada dosis 2 Gy dapat
menghasilkan beberapa klon pisang Raja Sere yang toleran terhadap Banana Buncy
Top Virus (BBTV). Sedangkan hasil penelitian Mathius dan Haris (1999), Sukmadjaja et al.: Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 278
menunjukkan bahwa dengan radiasi sinar gamma pada dosis 1 Gy dan asam fusarat
0,4 mM dihasilkan beberapa lini pisang nangka yang toleran terhadap asam fusarat.
Untuk meningkatkan sifat ketahanan tanaman abaka terhadap penyakit layu
Fusarium dilakukan seleksi in vitro pada stadium sel, kalus atau jaringan yang di-
kulturkan pada media yang mengandung toksin murni asam fusarat atau filtrat yang
diisolasi dari patogen sebagai komponen seleksi (Arceoni et al., 1987; Latunde-Dada
dan Lucas, 1988). Menurut Arai dan Takeuchi (1993), toksin murni asam fusarat dan
filtrat Fusarium dapat digunakan sebagai komponen seleksi ka-rena adanya korelasi
antara ketahanan terhadap toksin dengan ketahanan terha-dap penyakit. Melalui
metode ini telah banyak dilakukan penelitian dan telah ber-hasil mendapatkan sifat
ketahanan terhadap penyakit Fusarium seperti pada pi-sang (Morpurgo et al., 1994;
Matsumoto et al., 1995), gandum (Ahmed et al., 1996) dan carnation (Arai dan
Takeuchi, 1993).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode seleksi yang tepat dan
nomor harapan baru tanaman abaka yang tahan penyakit layu Fusarium melalui
variasi somaklonal dengan radiasi sinar gamma.
BAHAN DAN METODE
Induksi Mutasi dengan Radiasi Sinar Gamma
Eksplan berupa kalus abaka diradiasi dengan sinar gamma yang bersumber
dari Co 60 pada dosis 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 3,0 Krad. Kemudian diregenerasikan
pada media MS yang diperkaya dengan BA 5 mg/l + thidiazuron 0,4 mg/l + ascorbic
acid 100 g/l selama 2 bulan. Tunas adventif yang terbentuk diseleksi dalam media
yang mengandung komponen seleksi, yaitu asam fusarat dan filtrat.
Seleksi Tunas untuk Ketahanan terhadap Asam Fusarat dan
Filtrat F. oxysporum
Seleksi dilakukan dalam 2 tahap yang berurutan. Seleksi tahap pertama di-
lakukan dengan menggunakan tunas adventif hasil radiasi pada media yang me-
ngandung komponen seleksi toksin murni asam fusarat pada beberapa taraf kon-
sentrasi, yaitu 0, 15, 30, 45, 60, dan 75 ppm atau filtrat F. oxysporum dengan kon-
sentrasi 10, 30, dan 50% selama 2 bulan. Tunas yang tumbuh kemudian dipindah-kan
ke media yang bebas filtrat atau toksin untuk proses pemulihan dan multipli-kasi.
Seleksi tahap kedua dilakukan pada media yang mengandung komponen se-leksi
dengan konsentrasi yang ditingkatkan satu tingkat dari seleksi pertama. Tunas yang
hidup pada seleksi tahap kedua dipindahkan ke media regenerasi. Dari seleksi tahap
kedua tunas yang terbentuk diseleksi silang dengan filtrat atau asam fusarat.
Rancangan yang digunakan adalah faktorial dengan rancangan dasar acak lengkap. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman 279
Parameter yang diamati adalah persentase hidup kalus dari perlakuan radia-si,
persentase hidup tunas pada setiap tahapan seleksi, jumlah dan tinggi tunas,
penampakan secara visual, dan nilai LD50.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan Radiasi
Pertumbuhan kalus hasil radiasi pada umumnya terhambat. Dari Gambar 1
terlihat bahwa semakin tinggi dosis radiasi yang diberikan semakin rendah ke-
mampuan kalus untuk hidup. LD50 diperoleh pada kisaran dosis 1,0-1,5 Krad. Pada
dosis radiasi 3,0 Krad minggu ke-8 kalus tidak tahan terhadap radiasi sehingga tidak
mampu beregenerasi. Parameter pertumbuhan untuk jumlah dan tinggi tunas dapat
disajikan pada Tabel 1, semakin tinggi dosis radiasi semakin rendah ke-mampuan
kalus untuk beregenerasi membentuk tunas adventif.
Menurut Djojosoebagio (1988) dan Larkin dan Scowcroft (1981), radiasi pa-da
jaringan dapat menyebabkan perubahan pada jumlah dan struktur kromosom. Dari
perubahan yang terjadi diharapkan terdapat individu yang berubah ke arah yang
diinginkan terutama sifat ketahanan terhadap penyakit. Tunas yang diperoleh dari
perlakuan radiasi digunakan untuk seleksi in vitro ketahanan terhadap penya-kit F.
oxysporum dengan menggunakan toksin murni asam fusarat dan filtrat yang diisolasi
dari F. oxysporum.
Peningkatan Ketahanan terhadap Penyakit Layu melalui Metode Seleksi
In Vitro
Seleksi tahap pertama menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis radiasi dan
semakin tinggi konsentrasi komponen seleksi maka semakin rendah tunas yang tahan
(Gambar 2). LD50 diperoleh dari perlakuan dosis radiasi 1,0 Krad dengan komponen
seleksi asam fusarat konsentrasi 30 ppm pada minggu ke-8. Tunas yang mati pada
awalnya menunjukkan gejala busuk pada pangkal batang kemudian menjalar ke
bagian atas dan berwarna coklat kehitaman.

















Gambar 1. Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup
kalus pada umur 4 dan 8 minggu
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 0,5 1 1,5 2 3
Konsentrasi radiasi (krad)
Persentase hidup
Umur 4 minggu Umur 8 mingguSukmadjaja et al.: Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 280
Pada seleksi tahap pertama terjadi interaksi yang nyata antara dosis radiasi
dengan komponen seleksi terhadap jumlah dan tinggi tunas pada minggu ke-4 dan 8.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa pada perlakuan dosis radiasi 0,0 Krad komponen seleksi
tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas pada minggu ke-8, sedangkan tunas
tertinggi diperoleh dari komponen seleksi asam fusarat 15 ppm. Pada minggu ke-8
tidak diperoleh tunas dari komponen seleksi asam fusarat 45, 60, dan 75 ppm. Hal ini
disebabkan asam f usarat merupakan komponen organik yang ber-sifat toksin yang
dapat menghambat oksidasi sitokrom, menghambat proses respi-rasi pada
mitokondria, menurunkan ATP pada plasma membran dan mereduksi aktivitas
polifenol oksidase sehingga menghambat pertumbuhan dan regenerasi dari biakan.
Pada dosis radiasi 0,5 Krad jumlah tunas tertinggi diperoleh dari per-lakuan filtrat
10% demikian juga untuk tinggi tunas. Sedangkan untuk dosis radiasi 1,0 dan 1,5
Krad jumlah dan tinggi tunas tertinggi diperoleh dari perlakuan kontrol.
Tabel 1. Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap jumlah dan
tinggi tunas
Jumlah tunas Tinggi tunas (cm)
Dosis radiasi (krad) Minggu ke-
4 8 4 8
0,0 1,98a
3,51a
1,05a
2,26a

0,5 1,98a
2,85ab
0,81a
1,72ab

1,1 1,73a
2,18bc
0,74a
1,26bc

1,5 0,54b
1,41c
0,21b
0,81c

2,0 0,38b
0,15d
0,17b
0,11d

3,0 0,22b
0,00d
0,05b
0,00d

Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% menurut uji Duncan
0 ppm
15 ppm
30 ppm
45 ppm
60 ppm
75 ppm
10%
30%
50%
0
0.5
1
1.5
0
20
40
60
80
100
Persentase Hidup
Komponen seleksi
Radiasi (Krad)

Gambar 2. Pengaruh radiasi sinar gamma dan komponen seleksi (asam fusarat dan
filtrat) terhadap persentase pertumbuhan biakan umur 8 minggu pada
seleksi tahap pertama Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman 281
Tabel 2. Pengaruh radiasi sinar gamma dan komponen seleksi terhadap jumlah dan tinggi
tunas pada seleksi tahap pertama
Jumlah tunas Tinggi tunas (cm)
Dosis radiasi (Krad) Komponen seleksi Minggu ke-
4 8 4 8
Asam fusarat (ppm)
0 0 1,06a
1,25a
0,86a
1,27ab

15 0,86abc
0,86a
0,56ab
1,46a

30 0,71abc
0,86a
0,20bc
0,50ab

45 0,29abc
0,00a
0,11bc
0,00b

60 0,14bc
0,00a
0,06bc
0,00b

75 0,00c
0,00a
0,00c
0,00b

Filtrat (%)
10 1,00ab
1,70a
0,46abc
1,32ab

30 0,00c
0,60a
0,00c
0,34ab

50 0,00c
0,90a
0,00c
0,47ab

Asam fusarat (ppm)
0,5 0 1,85b
3,77a
0,75b
2,20ab

15 1,46bcd
3,10ab
0,48bc
1,64bc

30 1,00cde
1,55cde
0,35bc
1,08cde

45 0,85de
0,77de
0,28c
0,33de

60 0,62e
0,69e
0,18c
0,27de

75 0,46e
0,46e
0,13c
0,16e

Filtrat (%)
10 3,00a
4,31a
1,45a
2,93a

30 1,38bcd
2,15bcd
0,41bc
0,92cde

50 1,69bc
2,38bc
0,52bc
1,30bcd

Asam fusarat (ppm)
1 0 2,14a
8,00a
0,61abc
3,30a

15 1,71ab
5,12b
0,46abc
2,61a

30 0,75c
1,75def
0,26abc
0,51b

45 0,63c
0,88ef
0,22bc
0,34b

60 0,75c
0,50f
0,15bc
0,20b

75 0,38c
0,38f
0,09c
0,09b

Filtrat (%)
10 1,69ab
4,15bc
0,75a
2,76a

30 1,67ab
3,07cd
0,63ab
2,74a

50 0,87bc
2,33de
0,23bc
1,25b

Asam fusarat (ppm)
1,5 0 1,29ab
3,00a
0,30ab
1,34a

15 0,83bc
2,00abc
0,12b
0,97a

30 0,83bc
1,83abc
0,10b
0,75a

45 0,50bc
0,17c
0,05b
0,08a

60 0,33bc
0,17c
0,03b
0,02a

75 0,00c
0,00c
0,00b
0,00a

Filtrat (%)
10 2,14a
2,57ab
0,84a
1,46a

30 1,00bc
1,86abc
0,21b
0,69a

50 0,43bc
0,86bc
0,04b
0,50a

Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda pada taraf Sukmadjaja et al.: Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 282
Secara umum, perlakuan komponen seleksi menggunakan filtrat menghasil-kan
tunas lebih banyak dan lebih tinggi daripada perlakuan asam fusarat. Menurut Van
den Bulk (1991), penggunaan filtrat sebagai komponen seleksi dapat memper-cepat
pertumbuhan sel atau jaringan disebabkan adanya senyawa metabolit lain yang
dihasilkan patogen, yaitu komponen organik yang menyerupai auksin.
Tunas yang diperoleh dari seleksi tahap pertama disubkultur pada media baru
untuk proses pemulihan diri sebelum memasuki seleksi tahap kedua. Hal ini
dilakukan untuk menghindari penurunan kemampuan regenerasi dan perubahan
DNA karena diinkubasi pada media yang mengandung toksin. Pada Tabel 3 terlihat
bahwa hasil radiasi menunjukkan kemampuan pertumbuhan tunas yang tinggi. Pada
regenerasi tahap pertama dari perlakuan yang diberikan sebelumnya ternya-ta tidak
terjadi interaksi antara dosis radiasi dengan komponen seleksi terhadap jumlah dan
tinggi tunas pada minggu ke-4, tetapi setelah delapan minggu subkultur terjadi
interaksi yang sangat nyata antara dosis radiasi dengan komponen seleksi terhadap
jumlah dan tinggi tunas. Seleksi secara bertahap dilakukan untuk deteksi dini dan
penyaringan konsistensi sifat genetik yang diperoleh.
Pada seleksi tahap kedua, dengan ditingkatkannya konsentrasi komponen
seleksi dari tahap pertama semakin rendah kemampuan biakan untuk hidup (Gambar
3). LD50 diperoleh dari perlakuan radiasi 1,5 Krad dengan komponen seleksi asam
fusarat 15 ppm pada minggu ke-8.
Pada seleksi tahap kedua terjadi interaksi yang sangat nyata antara dosis
radiasi dengan komponen seleksi terhadap jumlah dan tinggi tunas pada minggu ke-4
dan 8. Dari Tabel 4 terlihat bahwa semua perlakuan dosis radiasi, jumlah dan tinggi
tunas tertinggi diperoleh dari kontrol di mana dosis radiasi 1,0 Krad meng-hasilkan
jumlah dan tunas tertinggi, sedangkan untuk perlakuan komponen seleksi jumlah
dan tunas tertinggi diperoleh dari asam fusarat 15-30 ppm pada dosis radiasi 1,0 Krad.
Pada dosis radiasi 0,5 dan 1,0 Krad dengan ditingkatkannya kon-sentrasi komponen
seleksi asam fusarat 75-90 ppm tidak ada biakan yang mampu beregenerasi demikian
juga untuk dosis radiasi 1 Krad pada komponen seleksi asam fusarat 60-75 ppm.
Pada regenerasi tahap kedua terjadi interaksi yang sangat nyata antara dosis
radiasi dengan komponen seleksi akibat perlakuan sebelumnya terhadap jumlah dan
tinggi tunas pada minggu ke-4 dan jumlah tunas pada minggu ke-8, sedangkan untuk
tinggi tunas pada minggu ke-8 tidak terjadi interaksi. Hasil pemulihan tahap kedua
memperlihatkan bahwa radiasi dapat meningkatkan kemampuan pemben-tukan
tunas yang dihasilkan dari perlakuan dosis radiasi 1 Krad dalam media selek-si asam
fusarat 30-45 ppm (Tabel 5). Secara visual terlihat adanya bentukan baru akibat
perlakuan radiasi. Pada dosis radiasi 0,5 Krad menghasilkan tunas dengan bentuk
daun membulat yang berukuran lebih kecil dari kontrol. Sedangkan pada dosis radiasi
1 Krad menghasilkan tunas yang lebih gemuk dengan daun berwarna hijau tua dan
lebih lebar dari kontrol. Untuk dosis radiasi 1,5 Krad menghasilkan tunas yang
pendek, gemuk dengan daun membulat sampai lebar.
Peningkatan kemampuan pembentukan tunas dan terbentuknya bentukan baru
akibat radiasi diduga telah terjadi perubahan aktivitas metabolisme yang di-sebabkan
terjadinya perubahan komposisi basa dalam untai DNA akibat adanya ion radikal
yang masuk ke dalam jaringan yang dapat menyebabkan perubahan susunan asam
amino pada protein tertentu sehingga terjadi perubahan aktivitas enzim sesuai dengan
protein yang terbentuk. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman 283
Sampai akhir tahun anggaran 2001, percobaan masih berlangsung untuk me-
ngetahui hasil seleksi silang di mana tunas yang terbentuk dari seleksi tahap kedua
yang berasal dari filtrat dipindahkan ke asam fusarat dan sebaliknya.
Tabel 3. Pengaruh radiasi sinar gamma dan komponen seleksi terhadap jumlah dan tinggi
tunas pada regenerasi tahap pertama
Jumlah tunas Tinggi tunas (cm)
Minggu ke-

Dosis radiasi (Krad) Komponen seleksi
4 8 4 8
Asam fusarat (ppm)
0 0 1,50a
4,63a
0,88a
4,22a

15 1,50a
2,00b
0,93a
3,62a

30 1,17a
1,17b
0,23a
0,82b

45 * * * *
60 * * * *
75 * * * *
Filtrat (%)
10 1,50a
1,83b
0,49a
0,91b

30 1,00a
2,00b
0,45a
1,25b

50 1,17a
2,50b
0,32a
1,06b

Asam fusarat (ppm)
0,5 0 1,96ab
3,42a
0,99ab
2,25abc

15 1,74abc
3,19ab
0,70abc
2,10abc

30 1,60abc
3,93a
0,51bc
3,07ab

45 1,20bc
3,40a
0,32c
1,84abc

60 1,00cd
1,80bc
0,26c
0,96c

75 0,38d
0,75c
0,15c
0,77c

Filtrat (%)
10 2,00a
4,44a
1,22a
3,22a

30 1,60abc
3,00ab
0,63abc
1,62bc

50 1,10cd
1,75bc
0,36bc
0,97c

Asam fusarat (ppm)
1 0 2,18abc
3,96b
0,82bc
1,84bc

15 2,58a
5,11a
1,06ab
2,86a

30 1,56cde
3,17bc
0,63bcd
2,36abc

45 2,29ab
3,86b
0,74bc
2,11abc

60 1,25de
2,25c
0,15d
0,88d

75 1,00e
2,67c
0,33cd
1,57cd

Filtrat (%)
10 2,38ab
3,12bc
1,46a
2,43ab

30 1,75bcd
2,18c
0,90bc
1,74bc

50 1,52cde
2,12c
0,64bcd
1,61cd

Asam fusarat (ppm)
1,5 0 2,00a
3,55a
1,03a
2,76a

15 1,73a
2,64ab
0,78ab
1,57b

30 0,36c
1,27b
0,16c
0,82b

45 * * * *
60 * * * *
75 * * * *
Filtrat (%)
10 1,25ab
2,33ab
0,41bc
1,09b

30 0,93bc
1,57b
0,39bc
0,84b

50 0,67bc
1,67b
0,13c
0,53b

Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidakk berbeda pada taraf
nyata 5% menurut uji Duncan, * tidak ada eksplan yang hidup dari seleksi tahap pertama Sukmadjaja et al.: Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 284



















Gambar 3. Pengaruh radiasi sinar gamma dan komponen seleksi (asam
fusarat dan filtrat) terhadap persentase pertumbuhan
biakan umur 8 minggu pada seleksi tahap kedua
Tabel 4. Pengaruh radiasi sinar gamma dan komponen seleksi terhadap jumlah dan tinggi
tunas pada seleksi tahap kedua

Jumlah tunas Tinggi tunas (cm)

Minggu ke-

Dosis radiasi (Krad) Komponen seleksi
4 8 4 8
Asam fusarat (ppm)
0 0-0 1,64a
3,04a
0,47a
1,49a

15-30 0,67bc
1,08bc
0,22ab
0,57ab

30-45 0,17c
0,17c
0,02b
0,02b

45-60 * * * *
60-75 * * * *
75-90 * * * *
Filtrat (%)
10-30 0,74b
1,35b
0,25ab
0,82ab

30-50 0,40bc
1,00bc
0,09b
0,54ab

5070 0,26bc
0,43bc
0,06b
0,73ab

Asam fusarat (ppm)
0,5 0-0 1,97a
2,74a
1,19a
2,00a

15-30 1,00bc
1,85b
0,31c
1,23b

30-45 0,89cd
0,77c
0,12cd
0,62bcd

45-60 0,18e
0,24cd
0,03d
0,11d

60-75 0,22e
0,11d
0,03d
0,03d

75-90 0,00e
0,00d
0,00d
0,00d

Filtrat (%)
10-30 1,19b
1,37b
0,56b
0,90bc

30-50 0,72cd
0,59cd
0,15cd
0,35cd

50-70 0,67d
0,39cd
0,13cd
0,24cd


0 ppm
15-30 ppm
30-45 ppm
45-60 ppm
60-75 ppm
75-90 ppm
10-30 %
30-50 %
50-70 %
0
0.5
1
1.5
0
20
40
60
80
100
%-ase Hidup
Komponen seleksi
Radiasi (Krad)Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman 285
Tabel 4. Lanjutan

Jumlah tunas Tinggi tunas (cm)

Minggu ke-

Dosis radiasi (Krad) Komponen seleksi
4 8 4 8
Asam fusarat (ppm)
1 0-0 1,67a
3,50a
0,61ab
2,82a

15-30 1,17b
2,79b
0,38b
2,03b

30-45 0,66c
1,17c
0,09c
1,30c

45-60 0,27d
0,42de
0,05c
0,14d

60-75 0,00e
0,00e
0,00c
0,00d

75-90 0,00e
0,00e
0,00c
0,00d

Filtrat (%)
10-30 0,86c
0,86cd
0,20bc
0,57d

30-50 0,65c
0,36de
0,08c
0,19d

50-70 0,62c
0,44de
0,06c
0,24d

Asam fusarat (ppm)
1,5 0-0 1,88a
3,12a
1,12a
2,44a

15-30 0,69b
0,90b
0,13b
0,48b

30-45 0,23b
0,23b
0,05b
0,10b

45-60 * * * *
60-75 * * * *
75-90 * * * *
Filtrat (%)
10-30 0,53b
1,00b
0,10b
0,58b

3050 0,43b
0,39b
0,09b
0,21b

50-50 0,30b
0,20b
0,03b
0,02b

Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata
5% menurut uji Duncan, * tidak ada eksplan yang hidup dari seleksi tahap kedua
Tabel 5. Pengaruh radiasi sinar gamma dan komponen seleksi terhadap jumlah dan tinggi tunas
pada regenerasi tahap kedua

Jumlah tunas Tinggi tunas (cm)

Minggu ke-

Dosis radiasi (Krad) Komponen seleksi
4 8 4 8
Asam fusarat (ppm)
0 0 1,55c
3,73b
0,52a
1,81bc

15 1,33c
2,36c
0,58a
1,31c

30 0,00d
0,10d
0,00b
0,04d

45 * * * *
60 * * * *
75 * * * *
Filtrat (%)
10 2,04bc
4,41b
1,03a
3,40a

30 2,50a
4,50b
0,94a
2,62ab

50 2,13b
5,38a
0,75a
3,24a

Asam fusarat (ppm)
0,5 0 1,82a
2,00a
1,22b
1,77bc

15 1,61a
1,79ab
1,23b
1,98b

30 1,69a
1,89ab
1,89a
3,00a

45 1,60c
0,60c
0,22cd
0,48d
Sukmadjaja et al.: Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 286
Tabel 5. Lanjutan

Jumlah tunas Tinggi tunas (cm)

Minggu ke-

Dosis radiasi (Krad) Komponen seleksi
4 8 4 8
60 0,20d
0,20c
0,06d
1,73bc

75 * * * *
Filtrat (%)
10 1,20b
1,32b
0,46c
0,90cd

30 1,25b
1,63ab
0,57c
0,52bc

50 1,00b
1,38ab
0,41cd
1,44bc

Asam fusarat (ppm)
1 0 1,59a
3,82a
1,47c
4,20b

15 1,06c
3,56a
0,97d
3,64bc

30 1,38b
3,89a
1,77b
5,50a

45 1,00c
2,33b
0,78d
2,57d

60 * * * *
75 * * * *
Filtrat (%)
10 1,47ab
1,84c
1,67bc
2,21d

30 1,07c
1,18d
1,78b
2,54d

50 1,37b
2,11bc
2,09a
3,23c

Asam fusarat (ppm)
1,5 0 1,19a
1,58a
0,57a
1,11a

15 0,87a
1,27ab
0,43a
0,79a

30 * * * *
45 * * * *
60 * * * *
75 * * * *
Filtrat (%)
10 1,20a
1,47a
0,65a
0,95a

30 1,00a
1,20ab
0,41a
0,78a

50 0,00b
0,20b
0,00a
0,02a

Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata
5% menurut uji Duncan, * tidak ada eksplan yang hidup dari seleksi tahap kedua
KESIMPULAN
1. Peningkatan dosis radiasi dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan
regenerasi kalus abaka.
2. Semakin tinggi konsentrasi komponen seleksi semakin rendah daya tahan dan
regenerasi dari tunas abaka pada setiap tahap seleksi.
3. Dalam media pemulihan, perlakuan dosis radiasi 1 Krad yang diseleksi dalam
media seleksi asam fusarat 30 ppm menghasilkan tunas terbanyak dan tertinggi.
4. Dari perlakuan radiasi umumnya tunas lebih tahan dalam media seleksi dari pada
kontrol dengan demikian perlakuan radiasi membuka peluang yang lebih besar
untuk mendapatkan individu yang tahan terhadap penyakit.


Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman 287
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, K.Z., T.A. Mesterhazy, Bartok, and F. Sagi. 1996. In vitro technique
for selecting wheat (Triticum astivum L.) for Fusarium-resistance II culture
filtrate technique and inheritance of Fusarium resistance in the somaclones.
Euphytica 91:341-349.
Anunciado, I,S., L.O. Balmes, P.Y. Bawagun, D.A. Benigno, and N.D.
Bondad. 1977. Primer on abaca production and culture. The Phillipines
Recommends for Abaca. Quezon City.
Arai, A. and M. Takeuchi. 1993. Influence of Fusarium wilt toxin(s) on carnation
cells. Plant Cell, Tissue, and Organ Culture 34:287-293.
Arceoni, S., M. Pezzotti, and F. Damiani. 1987. In vitro selection of alfalfa
plants r esistant to Fusarium oxysporum f. sp. medicaginis. Theor. Appl. Genet.
74:700-705.
Djojosoebagio, S. 1988. Dasar-dasar radio isotop dan radiasi dalam biologi. PAU.
IPB Bogor.
El-Fikio, A.A. 1997. Induction of genetic variability by using gamma radiation and
selection for salt tolerance in vitro in potato (Solanum tuberosum). J. Genet. and
Breed. 51:309-312.
Haroen, W.K. 1999. Komoditi ekspor dan manfaat serat pisang abaka (Musa textilis
Nee). PT. Meta Abaka Indonesia. Bandung.
Imelda, M., P. Deswita, and Hendratno. 1997. Development of banana cv Raja
Sere resistant to Bunchy Top Virus through gamma irradiation. Proc. of the
Indonesian Biotech. Conf. 1997. Jakarta, Indonesia, June 17-19. p. 455-461.
Kadin, 1999. Peluang dan potensi serat abaka sebagai komoditi ekspor prospektif
dan pemberdayaan ekonomi rakyat. KADIN dan Yayasan Adi Budidaya Agro dan
Konservasi Alam. 15 September. Jakarta.
Krikorian, A.D. and S.S. Cronaeur. 1986. Tropical and subtropical fruit:
Banana. In Sharp, W.R. , D.A. Evans, P.V. Ammirato, and Y. Yamada ( Eds.).
Handbook of Plant Cell Culture. Crop Species 2:327-348.
Larkin, P.J. and W.R. Scowcroft. 1981. Somaclonal variation annovel source of
variability from cell culture for plant improvement. Theor. Appl. Genet. 60:197-
214.
Latunde-Dada, A.O. and Lucas. 1988. Somaclonal variation and resistance to
verticilium wilt in lucerne, Medicago sativa L. Plant regenerated from callus.
Plant Sci. 58:118-119.
Mathius, N.T. and N. Haris. 1999. Induction of genetic variation of banana cv
Nangka by gamma Co-60 irradiation and fusaric acids. Menara Perkebunan
67(1):13-22.
Matsumoto, K., M.L. Barbosa, L.A.C. Souza, and J.B. Teixeira. 1995. Race
1 Fusarium wilt tolerance on banana plants selected by fusaric acid. Euphytica
84:67-71. Sukmadjaja et al.: Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Fusaric Acid 288
Morpurgo, R., S.V. Lopato, R. Afza, and F.J. Novak. 1994. Selection
parameters for resistance to Fusarium oxysporum f. sp. cubense race 1 and race 4
on diploid banana (Musa acuminata Colla). Euphytica 75:121-129.
Van den Bulk, R.W. 1991. Application of cell and tissue culture and in vitro
selection for disease resistance breeding-a review. Euphytica 56:269-285.
Wardiyati, T. 1999. Abaca (Musa textilis Nee). PT. Nandinusa Abaca Mera.
Jakarta.
Blogged with the Flock Browser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar