Rabu, 27 Agustus 2008

makalah jamur

152        Jurnal Natur Indonesia  5(2): 152-156 (2003) Parlindungan.
Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih
(Pleorotus ostreatus) dan Jamur Tiram Kelabu
(Pleurotus sajor Caju) pada Baglog Alang-alang
Abdul Karim Parlindungan
Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
Diterima 30-10-2002           Disetujui 15-02-2003
ABSTRACT
An  experiment has been conducted to compare the growth and production characteristics of white oyster
mushroom (Pleurotus ostreatus) and grey oyster mushroom (Pleurotus sajor caju) on Imperata cylindrica baglogs
. Four treatments were prepared  i.e. P. sajor caju grown on baglogs treated with 0.5% NPK; P.ostreatus on 0.5% NPK
baglogs;  P. sajor caju on baglogs treated with 1% SP36
 and P. ostreatus on 1% SP36
 baglogs. The data obtained were
treated by analysis of covariance followed by a multiple comparison if  there was a significant F test (Dowdy &
Stanley  1982). Significant difference (P<α <α <α <α <α) occur for the number of fruiting body clusters, the number of fruting
bodies, the cap maximun width, the harvest frequency, the total weight of fruiting  bodies and the biological
efficiency ratio.
Keywords: growth and production, Pleurotus ostreatus, Pleurotus sajor Caju
PENDAHULUAN
     Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) mulai
dibudidayakan pada tahun 1900 dan jamur tiram kelabu
(Pleurotus sajor caju) pada tahun 1974 (Gunawan 2000).
Untuk memproduksi kedua spesies jamur tersebut
sebagai bahan makanan manusia, salah satu faktor
yang perlu diperhatikan yaitu tersedianya substrat
sederhana dan murah (Brock & Michael 1991). Pada
umumnya substrat yang digunakan dalam budidaya
jamur tiram adalah serbuk gergaji. Sebagai konsekuensi
akan timbul masalah apabila serbuk gergaji sukar
diperoleh atau tidak ada sama sekali di lokasi yang
akan menjadi sasaran penyebaran budidaya jamur
tiram. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi perlu dicari
substrat alternatif yang banyak tersedia dan mudah
diperoleh di daerah tersebut. Tetapi sebelum substrat
tersebut akan dijadikan alternatif, perlu dikaji terlebih
dahulu karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur
tiram yang akan dihasilkan. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Parlindungan (2000) menunjukkan
bahwa alang-alang cukup potensial untuk dijadikan
substrat alternatif tersebut.  Selanjutnya Parlindungan
(2001) mengemukakan bahwa baglog alang-alang
memberikan karakteristik pertumbuhan dan produksi
yang baik untuk jamur kuping merah (Auricularia yudae)
sehingga dapat dijadikan sebagai substrat alternatif
untuk budidaya jamur tersebut. Potensi yang ada masih
perlu ditingkatkan lagi melalui kajian dan percobaan
intensif agar dapat memberikan variabel karakteristik
pertumbuhan dan produksi jamur tiram secara lebih
lengkap lagi. Adapun variabel tersebut adalah waktu
untuk muncul tunas pertama kali setelah baglog dibuka,
jumlah rumpun badan buah, jumlah badan buah, lebar
tudung maksimal, panjang tangkai maksimal, frekuensi
panen, berat total badan buah dan rasio efisiensi biologi
substrat alternatif tersebut.
Sebelum membuat keputusan untuk
membudidayakan jamur tiram di suatu daerah maka
salah satu pertimbangan yang perlu diambil adalah
ketersediaan substrat pertumbuhan jamur. Hal tersebut
diperlukan agar budidaya jamur yang akan dilakukan
di suatu daerah tertentu dapat berlangsung secara
berkesinambungan. Pada umumnya teknologi budidaya
yang diterapkan para petani jamur tiram yaitu
penggunaan serbuk gergaji sebagai substrat menjadi
“baglog” yaitu substrat yang dikemas didalam kantong
plastik tahan panas. Adapun karakteristik pertumbuhan
jamur tiram pada baglog serbuk gergaji yaitu dalam
jangka waktu antara 40-60 hari seluruh permukaan
baglog sudah rata ditumbuhi oleh misellium berwarna
putih. Satu sampai dua minggu setelah baglog dibuka
biasanya akan tumbuh tunas dalam 2-3 hari akan
menjadi badan buah yang sempurna untuk dipanen.
Pertumbuhan badan buah pada waktu panen telah
menunjukkan lebar tudung antara 5-10 cm. Produksi
jamur dilakukan dengan memanen badan buah
sebanyak 4-5 kali panen dengan rerata 100 g jamur
setiap panen. Adapun jarak selang waktu antara masing-
Jurnal Natur Indonesia 5(2): 152-156 (2003)
ISSN 1410-9379   Pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih dan jamur tiram kelabu            153
masing panen adalah 1-2 minggu. Oleh karena itu
apabila teknologi budidaya jamur tiram pada baglog
alang-alang akan dijadikan alternatif untuk produksi
jamur tiram di suatu lokasi maka karakteristik
pertumbuhan dan produksi yang ditunjukkannya nanti
diharapkan mendekati karakteristik umum tersebut
diatas. Tentunya akan lebih baik lagi apabila
karakteristik yang dihasilkan yaitu waktu muncul tunas
kurang dari satu minggu dan panen dapat dilakukan
lebih dari 5 kali dengan rerata lebih dari 100 g. Hasil
penelitian sebelumnya (Parlindungan 2000)
menggunakan baglog alang-alang hanya menyajikan
produksi pada panen pertama saja. Berat jamur yang
dihasilkan lebih rendah yaitu 65,5 g untuk jamur tiram
putih dan 41,34 g untuk jamur tiram kelabu. Oleh karena
itu telah dijajagi pemakaian pupuk NPK dan SP36
 yang
banyak terdapat di pasaran untuk memperbaiki
karakteristik pertumbuhan dan produksi kedua spesies
jamur tiram ini. Melalui penelitian ini didapatkan
gambaran lebih lengkap tentang  karakteristik
pertumbuhan serta produksi jamur tiram putih dan
kelabu pada baglog alang-alang antara yang
diperlakukan dengan air rendaman  mengandung SP36
dan mengandung NPK. Hasil penelitian ini merupakan
informasi  bagi upaya pengembangan teknologi
budidaya jamur tiram yang bertujuan untuk menjadikan
alang-alang sebagai substrat alternatif.
        BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 10 bulan
terhitung sejak bulan Januari-Oktober 2002 dengan
metoda percobaan sebagai berikut. Pada penelitian ini
ada empat perlakuan dipersiapkan yaitu I) baglog alang-
alang yang direndam dengan NPK 0,5% dan diinokulasi
dengan jamur tiram putih; II) perlakuan sama dengan I)
tetapi di inokulasi dengan jamur tiram kelabu; III) baglog
alang-alang yang direndam dalam larutan yang
mengandung 1% SP36
 dan di inokulasi dengan jamur
tiram putih dan IV) sama seperti III) tetapi diinokulasi
dengan bibit jamur tiram kelabu. Adapun prosedur
penarikan sampel menggunakan rancangan acak
lengkap dengan satuan percobaan terdiri 2 baglog dan
satuan sampel adalah satu baglog yang di ambil secara
pengacakan. Jumlah ulangan setiap perlakuan
ditetapkan sebanyak 5 kali sehingga masing-masing
perlakuan mempunyai 10 baglog. Jumlah keseluruhan
baglog alang-alang yang disiapkan didalam percobaan
ini  berjumlah 40 buah. Penyiapan baglog alang-alang
memakai metoda yang dikembangkan oleh
Parlindungan (2000). Untuk mendapatkan gambaran
mengenai karakteristik pertumbuhan dan produksi jarum
tiram berdasarkan data perolehan digunakan statistik
deskriptif yang akan menampilkan parameter statistik
yaitu rataan. Untuk membandingkan  karakteristik
pertumbuhan dan produksi oleh masing masing
perlakuan dipakai statistik inferensial yaitu ANCOVA
dengan  α = 5% . Apabila  F hit  ≥ F tabel maka
dilanjutkan dengan uji  yang dikemukakan oleh Dowdy
& Stanley (1982).
Alang-alang yang sudah dikumpulkan sejak bulan
Januari 2002 dipotong potong sepanjang 12,5 cm dan
dikeringkan dengan panas matahari sampai warna hijau
daunnya berubah menjadi coklat. Pada bulan Maret
2002 alang-alang  kering disusun secara tegak kedalam
kantong plastik tahan panas berukuran 20x30 cm
sampai cukup padat sehingga beratnya berkisar
diantara 286,72–396,65 g. Larutan nutrisi untuk
merendam alang-alang dibuat pada tanggal 28 Juli 2002.
Larutan perendam I) dibuat dengan melarutkan kapur
pertanian (kaptan)1% dan SP36
1% dari berat air yang
digunakan. Larutan perendam II) dibuat seperti diatas
tetapi dengan komposisi berikut Kaptan 1% dan NPK
0,5%. Kedua macam larutan perendam tersebut
disiapkan 24 jam sebelum digunakan. Perendaman
dilakukan pada tanggal 29 Juli 2002. Kantung plastik
berisi alang-alang ditegakkan dengan bagian kantong
plastik yang terbuka menghadap keatas. Air rendaman
dimasukkan pada masing masing baglog sesuai
perlakuan yang telah ditetapkan yaitu sebanyak kurang
lebih 1,2 L per baglog. Selanjutnya baglog  ditutup dan
diikat dengan karet gelang supaya air rendaman tidak
tumpah keluar dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah
perendaman selesai maka air rendaman nutrisi yang
tidak diserap oleh substrat alang-alang dikeluarkan dari
kantong plastik dengan cara membalikkan kantong
plastik dengan mulut menghadap ke bawah dan
ditiriskan 24 jam. Setelah penirisan, baglog ditimbang
untuk mengetahui air nutrisi yang  diserap alang-alang.
Setelah itu kantong plastik dipasangi pipa paralon
berdiameter 2,5 cm dan ditutup dengan potongan plastik
berukuran 5x5 cm dan diikat dengan karet gelang
sehingga menjadi baglog. Baglog disterilkan dengan
mengukusnya didalam dandang selama 9 jam dan
selanjutnya didinginkan selama 24 jam baru kemudian
diinokulasi secara aseptis dengan tiga sendok inokulasi
bibit jamur yang diperoleh dari bapak Saragih154        Jurnal Natur Indonesia  5(2): 152-156 (2003) Parlindungan.
(pengusaha jamur di Bogor) bulan Juni 2002. Inokulasi
dilakukan secara aseptis pada tanggal 7 Agustus 2002.
Baglog yang sudah diinokulasi ditutup kembali dan
diinkubasi di dalam ruangan yang lantainya sudah
disanitasi dengan trixol dengan cara meletakkan secara
acak di atas lantai. Pada tanggal 7 September 2002
karena seluruh permukaan bagian dalam semua baglog
sudah rata ditumbuhi oleh misellium maka dilakukan
penanaman dengan cara membuka cincin paralon
sehingga kantong plastik terbuka lebar. Setiap pagi,
siang dan sore hari semua baglog  disiram dengan air
hingga sampai waktu panen. Panen badan buah
dilakukan 3-4 hari setelah munculnya tunas. Parameter
yang diukur meliputi waktu munculnya tunas untuk
pertama kali (hari), jumlah rumpun tunas yang muncul
(buah), jumlah badan buah (buah) yang dipanen (buah),
lebar tudung maksimal (cm), panjang tangkai badan
buah maksimal (cm), frekuensi panen (kali),  berat
badan buah (g) dan rasio efisiensi biologi.
   HASIL DAN PEMBAHASAN
kali. Hasil Ancova  terhadap waktu munculnya tunas
disajikan pada Tabel 1.
     Waktu (hari) untuk munculnya tunas pertama
Meskipun Ancova untuk waktu muncul tunas
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata  (P > α) tetapi
secara deskriptif menunjukkan suatu perbedaan waktu
cukup lama antara perlakuan I (29,5 hari) yaitu waktu
munculnya tunas  jamur tiram kelabu pada baglog
alang-alang yang direndam dengan larutan
mengandung 0,5% NPK dengan perlakuan II, III dan
IV. Parlindungan (2000) dalam  penelitian terdahulu
menemukan bahwa jamur tiram kelabu yang baglognya
diperlakukan dengan 1% Gips, 1% TSP dan 1% Kaptan
waktu yang diperlukan untuk muncul tunas adalah 22
hari.
 Dengan demikian untuk jamur tiram kelabu  kar-
arakteristik waktu munculnya tunas ini pada kondisi
instrinsik dan ekstrinsik yang ada pada penelitian ini
dan terdahulu belum mampu mendekati waktu
diharapkan yaitu 7 sampai 14 hari seperti pada  substrat
serbuk gergaji.
      Jumlah rumpun badan buah (buah). Hasil
Ancova terhadap jumlah rumpun badan buah disajikan
pada Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata mengenai jumlah rumpun perlakuan IV (36,57
rumpun) yaitu tiram putih yang ditumbuhkan pada
baglog alang-alang yang diperlakukan dengan pupuk
SP36
 apabila dibandingkan dengan perlakuan I, II dan
III. Karakter ini menunjukkan bahwa tiram putih lebih
baik pertumbuhannya pada baglog yang diperlakukan
dengan SP36
 daripada NPK.
      Faktor instrinsik ini sesuai untuk jamur tiram putih
namun kurang untuk jamur tiram kelabu. Selanjutnya
pupuk NPK (0,5%) memberikan jumlah rumpun  jamur
tiram putih dan tiram kelabu yang tidak lebih baik
daripada SP36
. Faktor instrinsik ini dapat disebabkan
karena unsur nitrogen dalam NPK dapat membentuk
amoniak memiliki pengaruh kurang baik bagi
pembentukan rumpun badan buah baik untuk jamur
tiram putih maupun tiram kelabu.
Perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang nyata
terhadap jumlah badan buah dihasilkan oleh jamur tiram
putih dan kelabu. Meskipun secara deskriptif
karakteristik pertumbuhan badan buah pada perlakuan
IV paling baik namun secara inferensial karakteristik
tersebut berbeda tidak nyata terhadap perlakuan II dan
III namun tidak terhadap perlakuan I yaitu baglog yang
diperlakukan dengan NPK dan jamur tiram kelabu.
     Jumlah badan buah (buah). Ancova terhadap
jumlah badan buah yang dihasilkan dari baglog alang-
alang disajikan pada Tabel 3.
 Tabel 1. Rataan waktu muncul tunas (hari).
Perlakuan Rataan  setelah dijustifikasi
I 29,5 a
II 23,9 a b
III 21,2 a b c
IV 20,2 a b c
  Angka-angka  diikuti  oleh  huruf   kecil  menunjukkan   perbedaan  yang
  tidak nyata (Dowdy & Stanley 1982).
      Tabel 2. Jumlah rumpun badan buah (buah).
Perlakuan Rataan  setelah dijustifikasi
IV 36.57 a
III 24,62   b
I 20,62     c
II 19,99     c
      Angka-angka  diikuti  oleh  huruf  sama  menunjukkan  suatu perbedaan
       yang   tidak   nyata  (Dowdy & Stanley 1982).
 Tabel 3. Jumlah badan buah (buah).
Perlakuan Rataan  setelah dijustifikasi
IV 74,52 a
II 47,64 ab
III 27,33 abc
I 25,11     c
Angka-angka  diikuti  huruf  kecil  sama  menunjukkan  perbedaan  yang
tidak nyata (Dowdy  & Stanley 1982).
        Lebar tudung maksimal (cm). Ancova terhadap
lebar tudung maksimal jamur tiram putih dan kelabu
disajikan pada Tabel 4. Secara deskriptif jamur tiram
putih yang tumbuh pada baglog alang-alang   Pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih dan jamur tiram kelabu            155
menanggapi pupuk SP36
 dibandingkan jamur tiram putih.
jamur tiram putih (perlakuan II) maupun jamur tiram
kelabu (perlakuan I). Pemakaian pupuk NPK dan SP36
secara terpisah belum dapat memberikan karaketristik
panen jamur tiram seperti yang diberikan oleh substrat
serbuk gergaji (5 kali panen). Demikian pula untuk baglog alang-alang diperlakukan
dengan NPK ternyata jamur tiram kelabu  kalah
responnya daripada tiram putih. Meskipun tanggapan
jamur tiram putih lebih baik daripada jamur tiram kelabu
terhadap NPK maupun jamur tiram putih terhadap SP36
tetapi tanggapan jamur tiram putih terhadap SP36
 masih
lebih baik daripada terhadap NPK.
       Panjang tangkai maksimal (cm). Karakteristik
pertumbuhan jamur tiram berkenaan dengan  panjang
tangkai jamur dinilai baik apabila panjang tangkainya
tidak melebihi 5 cm. Ancova terhadap panjang tangkai
maksimal disajikan pada Tabel 5.
      Frekuensi panen (kali).  Ancova  terhadap
frekuensi panen dan  uji lanjutnya disajikan pada Tabel
6. Meskipun secara statistika inferensial frekuensi
panen perlakuan IV berbeda tidak nyata terhadap
perlakuan II namun secara deskriptif dapat diketahui
jamur tiram putih pada baglog alang-alang yang
diperlakukan dengan 1% SP36
 tersebut frekuensi
panennya lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan
I, II dan III. Hal ini berarti bahwa ekotipe jamur tiram
putih lebih baik daripada jamur tiram kelabu. Ternyata
persentase NPK yang dipergunakan didalam air
rendaman memperkecil frekuensi panen baik untuk
       Berat badan buah (g). Ancova  terhadap berat
badan buah jamur tiram putih dan kelabu menunjukkan
bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata
terhadap berat badan buah yang diproduksi. Hasil uji
lanjut disajikan pada Tabel 7.
Hasil Ancova terhadap data berat badan buah
menunjukkan pengaruh nyata perlakuan terhadap berat
badan buah yang diproduksi. Produksi yang tertinggi
dihasilkan dari perlakuan IV  yaitu jamur tiram putih
pada baglog alang-alang yang direndam dengan pupuk
SP36
. Meskipun Perlakuan III berbeda tidak nyata
berdasarkan statistika inferensial namun secara
deskriptif  perlakuan III yaitu jamur tiram kelabu pada
baglog alang-alang yang direndam dengan SP36
produksinya lebih tinggi daripada Perlakuan II yaitu
jamur tiram putih pada baglog alang-alang yang
direndam dengan 0,5% NPK.
diperlakukan dengan SP36
 tudungnya lebih lebar
daripada jamur tiram kelabu yang diperlakukan dengan
SP36
.  Hal  tersebut karena jamur tiram kelabu kurang
     Biological  Efficiency Ratio.  Rasio ini
menunjukkan kemampuan satu satuan substrat untuk
menghasilkan satuan berat badan buah jamur. Ancova
terhadap data Biological  Efficiency Ratio  (BER)
menunjukkan pengaruh yang nyata dari perlakuan
terhadap BER. Hasil Uji lanjut disajikan pada Tabel 8.
      Tabel 4. Lebar tudung maksimal (cm).
Perlakuan Rataan setelah dijustifikasi
IV 8,75 a
II 7,90 ab
III 6,44   bc
I 5,96     c
      Angka-angka   diikuti  oleh  huruf  kecil  sama  menunjukkan  perbedaan
       yang   tidak   nyata  (Dowdy  & Stanley 1982).
Hasil Ancova menunjukkan pengaruh yang tidak nyata
terhadap karakteristik pertumbuhan yaitu panjang
tangkai maksimal baik untuk jamur tiram putih maupun
kelabu. Tetapi secara deskriptif dapat diketahui bahwa
tangkai jamur tiram putih yang tumbuh pada baglog
alang-alang yang diperlakukan dengan SP36
 adalah
terpanjang daripada perlakuan yang lainnya.
 Tabel 5. Panjang tangkai maksimal (cm).
Perlakuan Rataan setelah dijustifikasi
IV 4,55 a
II 3,95 ab
III 3,16 abc
I2,97 abc
   Angka-angka  rataan  diikuti  oleh  huruf  kecil  sama menunjukkan  per-
   bedaan yang tidak nyata (Dowdy & Stanley 1982).
Tabel 6. Frekuensi panen badan buah (kali).
Perlakuan Rataan setelah dijustifikasi
IV 4,05 a
II 2,94 ab
III 2,04 bc
I 1,96 bc
Angka  rataan  diikuti  huruf  kecil  sama  menunjukkan  perbedaan yang
tidak nyata (Dowdy & Stanley 1982).
      Tabel 7. Berat badan buah (g).
Perlakuan Rataan setelah dijustifikasi
IV 123,72  a
III    75,03  b
II    36,53  bc
I    33,90  c
           Rataan   diikuti   oleh   huruf   kecil   sama   menunjukkan    perbedaan
            yang tidak nyata (Dowdy & Stanley 1982).
      Tabel 8. Biological   Efficiency  Ratio  Baglog Alang-alang.
Perlakuan Rataan setelah dijustifikasi
IV 0,362 a
II 0,221 ab
III 0,112   bc
I 0,104     c
       Rataan  diikuti  oleh  huruf kecil  sama  menunjukkan perbedaan  yang
        tidak nyata (Dowdy & Stanley 1982).156        Jurnal Natur Indonesia  5(2): 152-156 (2003) Parlindungan.
pada perlakuan IV. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil
uji lanjut dan meskipun Perlakuan IV berbeda tidak nyata
terhadap perlakuan II tetapi terhadap perlakuan lainnya
perlakuan IV berbeda nyata. Secara deskriptif
karakteristik ini belum dapat menyamai BER pada
substrat serbuk gergaji yaitu 0,60.
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan ini dapat dibuat kesimpulan
bahwa karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur
tiram putih pada baglog alang-alang yang sudah
direndam dengan larutan  1% SP36
 adalah yang terbaik
diantara jamur tiram putih dan tiram kelabu pada baglog
alang-alang yang sudah direndam dengan 0,5% NPK
dan jamur tiram kelabu yang baglognya sudah direndam
dengan 1% SP36
. Namun karakteristik pertumbuhan dua
spesies jamur tiram ini pada baglog alang-alang belum
dapat menyamai karakteristik pertumbuhan dan
produksi jamur tiram pada baglog serbuk gergaji.
DAFTAR PUSTAKA
Brock, T.D. & Michael, T.M.  1991. Biology of microorganisms.
New York: Prentice Hall.
Dowdy, S. & Stanley, W. 1982. Statistics For Research. New
York: John Wiley and Sons.
Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Parlindungan, A. K. 2000. Pengaruh konsentrasi urea dan TSP
di dalam air rendaman baglog alang- alang terhadap
pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI.
Pekanbaru, September 2000.
Parlindungan, A.K. 2000. Perbandingan pertumbuhan dan
produksi jamur Tiram Kelabu (Pleurotus sajor  caju) pada
beberapa medium alternatif. Jurnal Natur Indonesia 3: 39-
46.
Parlindungan, A.K. 2001. Karakteristik pertumbuhan dan
produksi jamur Kuping Merah (Auricularia yudae) pada
baglog alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 3: 113-120.
Biologi  efisiensi tertinggi baglog alang-alang adalah
Blogged with the Flock Browser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar