Jumat, 29 Agustus 2008

HUKUM PADUSAN SEBELUM PUASA



SEBUAH RENUNGAN DI BULAN RAMADHAN

Sewaktu masih lajang hoby saya adalah berenang. Hampir tiada weekend tanpa renang. Mau hujan mau panas, tidak pernah menyurutkan semangat saya untuk berenang. Bahkan kolam renang menjadi tempat rendezvouz. Selain bisa kongkow-kongkow dengan teman, tentu saja juga sekalian buat cuci mata.

Saya masih tetap melanjutkan hoby berenang selama hampir di setiap bulan Ramadhan, dan lebih sering saya lakukan sendirian. Soalnya, beberapa teman sudah malas untuk berenang, selain alasan lemes alasan lain adalah, renang di saat puasa hukumnya makruh. Salah seorang teman kongkow saya (yang sekarang telah menjadi ibu dari dua anak saya), malah menasihati saya bahwa dalam bulan Ramadhan sudah seharusnya mengurangi hal-hal yang bersifat duniawi. Kalau kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, memang tidak perlu berubah, tetapi hal-hal yang bersifat kesenangan, seperti ke Disco, nonton film, sebaiknya ditunda dulu.

Pada waktu itu saya cuma tersenyum saja. Tentu saja saya tidak mau membantahnya secara langsung (maklum lagi naksir berat ;-D … ), kecuali membenarkan dalam hati. Bagi saya renang memang termasuk kesenangan duniawi, tetapi juga olahraga yang berguna bagi kesehatan to. Memang harus diakui, berenang saat puasa godaannya lebih banyak. Kalau sekedar menahan lapar dan haus bukanlah hal yang berat. Pun, sebenarnya juga bukan suatu alasan utama dengan berenang seolah-olah ‘mengademkan’ badan dari rasa haus. Tetapi godaan yang paling berat apalagi kalau bukan bertermu si ‘Ariel the mermaid’ dibawah air. Dalam kondisi seperti ini bisa saja terjadi perang batin antara mata tetap melek atau harus merem. Apalagi menurut dokter, olah raga di saat bulan puasa, paling baik dilakukan sebelum berbuka puasa, artinya saya berenang dalam kondisi memang sedang berpuasa, bukannya setelah buka puasa. Walau mesti diakui, sebenarnya bukan renang aja yang banyak godaannya, joggingpun tak kalah banyak godaannya. Coba saat berjogging berpapasan dengan wanita cantik, dengan hot pan pendek, apa mata tidak ingin melirik ;-)) Lho yang membatalkan puasa khan makan, minum dan berhubungan sex? Kenapa harus takut melirik gadis sexy? Memang benar, secara fatwa hanya 3 hal yang membatalkan puasa. Tetapi kalau ditinjau dari hikmah puasa, yang sebenarnya menahan segala hawa nafsu, hal-hal yang mungkin bisa menimbulkan nafsu memang selayaknya dihindari. Menurut ustadz sih kita puasa kita cuma akan dapat lapar aja dan rasa haus saja, kalau kita tidak dapat memahami hikmah puasa yang sebenarnya..

Bulan ramadhan itu perbanyak ibadah. Tadarusan, syukur kalau bisa katam, ke masjid, dengan ceramah, dan sebagainya, begitu nasihat teman saya pada waktu itu. Sekali lagi, saya tidak membantah, pun juga tidak mengiyakan.

Melihat fenomena bulan Ramadhan di masyarakat kita dari tahun ke tahun memang amat menarik. Betapa gegap gempitanya sambutan masyarakat terhadap bulan yang penuh berkah tersebut. Pada waktu saya masih kecil, awal Ramadhan biasanya diawali dengan tradisi padusan, atau mandi suci. Biasanya kami mandi di tempat mata air dengan berombongan. Sekarang semenjak siaran tivi makin banyak, sambutan televisi mengalahkan tradisi. Sebelum masuk bulan Ramadhan, statiun TV mulai gencar mempromosikan acara andalannya. Walau harus diakui, secara kualitas dari tahun ke tahun makin menurun kualitasnya. Acara sahur hampir semua diisi orang sekampung yang ‘bebodoran’.

Yang tak kalah gempitanya adalah dimulainya musim petasan yang bunyinya benar-benar memekakkan telinga. Walau sekarang saya memang sebal berat dengan bunyi petasan tadi, tetapi saya akui, sewaktu kecil suka juga sih dengan petasan. Entah kenapa kok mainan anak kecil sewaktu bulan puasa tidak jauh dari bunyi-bunyian yang keras. Kalau sudah kehabisan petasan, biasanya kami membuat ‘long bumbung’, atau meriam buatan yang terbuat dari bambu. Cara membunyikan hampir sama dengan menyalakan meriam beneran, yaitu dengan menyulutkan api di lubang kecil dimana, batang bambu telah dipanaskan sebelumnya. Kalau sudah bunyi ‘Boum’, rasa senang tidak terkira.

 

Menjelang bulan Ramadhan, pedagang-pedagang musiman mendadak muncul bak cendawan di musim hujan. Mereka memenuhi kebutuhan masyarakat yang berpuasa, yang tingkat konsumsi makanannya malah meningkat di malam hari. Kalau hari-hari biasa tidak pernah ada desert (kolak), tiap bulan puasa tidak afdol kalau tidak makan kolak, kurma atau timun suri. Dan uniknya desert yang biasanya dipakai sebagai hidangan penutup, tatkala puasa malah menjadi hidangan pembuka. Khusus untuk timun suri lebih unik lagi, karena memang khusus bahan minuman ini hanya bisa didapatkan selama bulan puasa. Mungkin memang sengaja ditanam untuk bisa dipanen pas bulan puasa.

 

Kemudian untuk main coursenya, di bulan Ramadhan, masakan lebih special dibanding hari biasa. Kalau biasanya hanya lauk tempe tahu, bulan Ramadhan segala macam daging seakan tumpah ruah di meja makan. Seakan sebagai penebus kelaparan siang harinya. Menjelang waktu sahur lebih hingar bingar lagi. Selain pesta petasan yang membuat telinga makin budeg, jam 2 malam banyak anak-anak keliling kampung berteriak-teriak membangunkan orang untuk sahur dengan memukul kentongan atau apa saja yang menimbulkan bunyi.

Dalam hal ibadahpun tak kalah semangatnya. Yang biasanya sholat
lima
waktu juga masih bolong-bolong, sembahyang Jum'at tidak pernah, mendadak rajin sembahyang teraweh di masdjid. Katam Quran menjadi target banyak orang. Dalam hal sedekahpun mendadak menjadi sangat royal. Apalagi dalam bulan Ramadhan, ada malam Lailaitul Qodar, yang lebih baik dari seribu bulan.

Apakah semua itu salah? Kecuali petasan yang memang benar-benar terasa mengganggu dan berbahaya, saya tidak mengatakan hal tersebut diatas salah. Mengenai kolak atau makanan manis yang lainnya misalnya, dimana dihari-hari biasa kita tidak memakannya, menurut kesehatan memang baik kok buat berbuka puasa. Apalagi menurut hadist, disunahkan untuk berbuka dengan 3 buah korma. Makanan manis, dapat segera mengisi energi yang hilang selama kita berpuasa. Akan tetapi tidak boleh berlebihan. Demikian pula dengan makanan utama, mestinya tidak usah dibuat istimewa. Hakikat puasa adalah melatih kita untuk menjadi orang yang sabar, orang yang dapat mengendalikan diri serta hawa nafsunya. tetapi tidak berarti seperti kita berhutang pada siang hari, terus malamnya "dendam" abis-abisan.

Mengenai peningkatan ibadah, sebenarnya bagus sekali asal dibarengi dengan konsistensi. Artinya peningkatan ibadah pada bulan Ramadhan tetap dijalani pada bulan-bulan berikutnya, dan malahan kalau bisa bulan Ramadhan berikutnya lebih meningkat lagi. Kalau tidak demikian, ini sama aja dengan halnya kita melegitimasi kemaksiatan di sebelas bulan kemudian. Bulan Ramadhan kita ibadah habis-habisan, seperti menabung saja, terus bulan berikutnya kita kembali kepada kemaksiatan. Itu mah sama juga dengan bohong.

Mengutip tulisan Abu Alam di bulletin Ukhuwah, disarankan bahwa target utama adalah taqwa, dan tidak perlu berlebihan dalam mensikapi Ramadhan, tetapi bukan berarti pula mengabaikan target. Kalau sebelumnya tidak pernah membaca Alquran, tidak perlu menargetkan Khatam Alquran. Akan lebih baik kalau dibuat target yang riil, misalnya di bulan Ramadhan akan bertadarus Quran satu halaman perhari. Realisasikan target tersebut, kemudian istiqmahkan pada bulan-bulan berikutnya. Pada saat kita bertemu dengan bulan Ramadhan berikutnya, tingkatkan yang tadinya satu halaman menjadi tiga halaman perhari. Terus seperti itu, dan inipun berlaku terhadap bentuk ibadah-ibadah lainnya.

Insya Allah, dengan meningkatkan ibadah kita hari-perhari, menjadikan kualitas hidup kita bertambah baik tiap hari. Ingatlah pesan Rasullah dalam hadist yang berbunyi sebagi berikut:
"Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka beruntunglah dia. Barangsiap ayang hari ini sama dengan hari kemarin, maka merugilah dia. Barang siapa yang hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka terkutuklah dia."
Blogged with the Flock Browser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar