Oleh : Adi Sumaryadi *)
Perkembangan teknologi informasi semakin hari semakin berinovasi dan sangat mengagumkan. Kita masih ingat bahwa sebuah lagu atau film yang disimpan dalam pita analog sebesar piring atau papan hanya untuk pemutaran film berdurasi 2 jam, kita juga masih ingat bagaimana tumpukan kertas ujian dan catatan yang menumpuk yang masih manual atau ratusan bundel photo yang bingung menyimpan karena berjumlah ribuan bahkan ratusan. Kini semua itu mungkin menjadi sebuah hal unik kalau masih tetap dilakukan karena banyak teknologi yang mampu merubah semuanya menjadi lebih mudah dan efisien. Kita ambil contoh adalah Digital Megazine.
Sekilas Digital Megazine dan Bisnis PenerbitanDigital Megazine merupakan sebuah produk teknologi informasi yang mampu menampikan model bacaan baru dalam formal digital.
Kehadiran Digital Megazine tentu sangat berpengaruh kepada model membaca masyarakat. Sebelumnya, hampir tak terbayangkan kita dapat membaca majalah berformat digital, yang bukan hanya dalam bentuk Web atau file PDF, Word, Photoshop atau sejenisnya melainkan dalam berbagai formal sesuai dengan keinginan. Kita dapat membaca majalah berformat digital dengan konten yang sama, desain grafis yang sama, tampilan yang sama dan membalik-balik halamannya, termasuk halaman iklan, sama seperti membaca majalah berformat cetak, tetapi dapat disimpan dan dibaca di komputer desktop, laptop atau PC tablet. Selain memberi pengalaman membaca yang baru, lebih fleksibel, interaktif dan menyenangkan, juga memungkinkan Anda membawa puluhan majalah tanpa harus menenteng tumpukan kertas yang sangat tebal sebagaimana saat ini.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli majalah digital inipun, saat ini, karena bersifat digital yang dapat download melalui Internet langsung ke desktop atau laptop atau PC tablet Anda ( platform -nya MacOS X, Windows dan PC tablet) relatif jauh lebih murah dibandingkan edisi cetaknya.
Ambil contoh data yang didapatkan pada tahun 2005, majalah Business Week , yang terbit setiap minggu hanya mengenakan biaya pembelian sebesar USD45,97 per tahun (hemat 82% dibandingkan kalau membeli edisi cetaknya), Popular Science , yang terbit bulanan, hanya USD15,95 per tahun atau hemat 67%, Harvard Business Review hanya dihargai USD118,00 setahun atau hemat 42% dan masih banyak majalah lainnya.
Dibalik itu semua yang merupakan dampak positif yang tidak diperlu diperhitungkan lagi, ada dampak negatif yang dapat memukul habis bisnis penerbitan khususnya di Indonesia tentunya dengan beberapa kriteria sehingga Digital Megazine benar-benar bisa menggoyahkan bisnis penerbitan yang masih bersifat manual dan hardcopy.
Lebih dalam mengenal dampak Digital Megazine bagi Bisnis Publishing
Banyak berbagai alasan masyarakat untuk lebih mudah menggunakan majalah berformat digital daripada harus menggunakan edisi cetaknya, walaupun sebagian masyarakat yang lebih nyaman membaca edisi cetaknya langsung. Secara perlahan fenomena ini akan sangat membahayakan bagi bisnis publishing yang tidak mau berinovasi dan melebarkan sayapnya merambah bisnis digital publishing atau sebaliknya bahkan menjadi ceruk bisnis baru yang dapat menghasilkan profit dari sisi lain.
Kebanyakan di Indonesia, bisnis publishing memposisikan digital megazine sebagai nilai tambah saja dan sepertinya tidak sadar kalau dengan implementasi digital megazine dapat mengurangi pendapatan dari edisi cetak. Kita lihat contoh, Pikiran Rakyat menerbitkan Pikiran Rakyat CyberMedia, ada sebagian orang yang lebih nyaman baca diinternet daripada harus pergi ke loper koran untuk mendapatkan edisi cetaknya, begitu pula dengan Galamedia, karena konten yang ada di edisi cetak dengan yang dionline hampir sama dan bisa sama, maka banyak pembaca yang lebih nyaman baca di internet, selain mudah, edisi-edisi sebelumnyapun masih bisa kita buka. Kalau misalkan pembangunan Pikiran Rakyat Online tidak menjadi ceruk bisnis baru bagi PR maka bayangkan apabila dikemudian hari seluruh masyarakat sudah terhubung dengan jaringan internet broadband. Lain kasusnya dengan majalah komputer Chip, selain edisi cetaknya, majalah chip juga menyediakan edisi digitalnya, ketika satu file majalah disebarkan ke ribuan orang maka secara otomatis pembaca tadi akan berfikir dua kali untuk melihat edisi cetaknya.
Seperti diungkapkan sebelumnya, masalah yang berkembang saat ini adalah dimana Perusahaan bisnis penerbitan tidak menggunakan produk teknologi informasi ini menjadi sesuatu ceruk bisnis baru yang justru dikemudian hari bisa membunuh bisnis fokus perusahaan itu. Jadi dapatlah diberikan beberapa point dampak adanya digital megazine yang merugikan bagi bisnis penerbitan :
- Bisnis Publishing yang tidak memproduksi dalam format digital dianggap bisnis yang tidak "ngeh" dengan teknologi.
- Perusahaan penerbitan akan menjadi merugi apabila memproduksi digital megazine tetapi hanya untuk tambahan saja bukan menjadi ceruk bisnis baru.
- Masyarakat secara lambat laun akan mulai merubah kebiasaan membaca dari format cetak menjadi format digital sejalan dengan pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi di Indonesia dan semakin murahnya berbagaimacam produk hardware. Ketika sebuah bisnis publishing atau penerbitan tidak mempersiapkan diri untuk hal ini maka akan tertinggal oleh yang lainnya.
Intinya, adanya digital Megazine akan menjadi sebuah virus pembunuh bisnis publishing apabila si perusaaan itu tidak mau menginplementasikan dengan konsep yang matang, karena kurangnya konsep dalam implementasikan justru akan berdampak pada berkurangnya oplah cetak.
Bagaimana supaya Pengaruh Negatif keberadaan Digital Megazine tidak dominan bagi bisnis penerbitan ?Sebuah pertanyaan yang menarik, semua masyarakat bisnis penerbitan tentu ingin berprofit tinggi dan menguntungkan. Ada beberapa terapi dan rekomendasi yang bisa dilakukan.
- Buat Konsep Implementasi TI yang matang.
Ketika sebuah perusahaan apapun akan mengimplementasikan teknologi informasi tentunya harus dibuat konsep yang matang, termasuk pembangunan infrastrukur dalam produksi digital Megazine
- Mulai membuat Digital Megazine
Ada satu hal yang menarik, pembuatan megazine saat ini jarang diikuti dengan konsep yang matang yang justru berakibat pada berkurangnya oplah cetak. Oleh karena itu konsep pembangunan edisi digitalnyapun memerlukan konsep yang handal sebagai contoh :
- Penggunaan DRM (Digital Right Management) dalam distribusi Digital magazine.
- Pembuatan Digital Megazine yang berbeda dengan edisi cetak, ada konten yang boleh sama, namun ada sesuatu yang berbeda dari keduanya dan sama-sama dominan, ambil contoh ada konten-konten cetak yang tidak ada dalam digital atau sebaliknya.
- Mulai menerapkan model pembayaran untuk Digital Edisi, walapun itu hanya setengah harga dari oplah cetak, setidaknya jadi peluang bisnis baru bagi daerah yang tidak terjangkau distribusi.
Maksudnya adalah ketika kita membangun digital version maka setidaknya harus ada share informasi dari keduanya, ambil contoh pikiran rakyat, di edisi cetaknya bisa mencantumkan iklan tentang Media Online dan Digitalnya dan sebaliknya.
Semua ini menunjukan bahwa kehadiran Digital Megazine sangat berpengaruh bagi bisnis penerbitan di Indonesia, dampaknya tergantung dari bisnisnya itu sendiri.
*) Adi Sumaryadi adalah Praktisi bidang TI, Kolomnis di Media Cetak dan tinggal di www.adisumaryadi.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar