Selasa, 02 November 2010

Sekretariat Kabinet .Kontrak Inalum tak akan diperpanjang

Kontrak Inalum tak akan diperpanjang Selasa, 02/11/2010 11:21:23 WIBOleh: Rudi AriffiantoJAKARTA: Pemerintah melalui Menteri BUMN menyatakan sikap resmi untuk mengakhiri kontrak kerja sama di PT Indonesia Asahan Aluminium dengan Jepang pada 2013. Pemerintah pun menyiapkan tim untuk berunding dengan pihak Jepang.Sekretaris Menko Perekonomian Eddy Abdurrachman mengungkapkan Kemenko Perekonomian telah mengajukan draf keputusan presiden tentang pembentukan tim perunding dari pihak Indonesia untuk berhadapan dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA), konsorsium perusahaan Jepang di Inalum.Dia mengatakan pemerintah melalui Menteri BUMN telah menyatakan sikap resmi untuk mengakhiri master agreement dengan NAA pada 2013, sekaligus menyiapkan tim perunding untuk menghadapi pihak Jepang.“Kemenko Perekonomian sudah mengajukan keppres tentang pembentukan tim perunding pekan lalu. Sekarang sudah ada di sekretariat kabinet,” katanya kemarin.Eddy tidak bersedia mengungkapkan nama-nama tim perunding yang diajukan dalam keppres tersebut. “Kami kan hanya mengusulkan, belum tentu nama-nama itu disetujui oleh Presiden.”Sebelumnya, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan tim perunding akan dipayungi dengan keppres. Tim tersebut, katanya, akan didukung oleh tim teknis yang sudah ada saat ini, dengan Menperin sebagai ketua.Sumber Bisnis yang mengetahui persoalan Inalum menyebutkan draf keppres yang disusun oleh Kemenko Perekonomian sebenarnya untuk memperpanjang kerja sama antara pemerintah dan NAA di Inalum.Menurut dia, perundingan dengan pihak Jepang yang akan dimulai pekan ini hanya akan membahas syarat dan ketentuan kontrak baru.Ketika dikonfirmasi, Menko Perekonomian Hatta Rajasa membantah informasi itu. “Tidak betul sama sekali,” tegasnya.Kuasai 100%Ketua Otorita Asahan Effendy Sirait mengatakan berdasarkan surat Menteri BUMN Mustafa Abubakar pada Jumat, Otorita Asahan pada hari yang sama telah mengirimkan surat kepada Inalum untuk menegaskan sikap pemerintah untuk menguasai 100% saham Inalum.Di sisi lain, katanya, NAA telah merespons surat tersebut dengan menyatakan sikap pemerintah sebagai posisi pihak Indonesia. “NAA menganggap isi surat itu sebagai posisi pemerintah. Mereka mengharapkan masih ada pintu untuk berunding,” katanya.Berdasarkan pasal 27 ayat 10 master agreement, NAA memiliki hak untuk menegosiasikan perpanjangan periode operasi smelter sejak 3 tahun sebelum masa kontrak berakhir. Usulan perpanjangan itu harus disertai dengan investasi baru yang signifikan dalam rangka inovasi dan ekspansi smelter.“Jadi berdasarkan kontrak, mereka memang memiliki hak untuk mengajak kita berunding, tetapi ini baru sikap dari NAA, belum Pemerintah Jepang,” jelas Effendy.Untuk mendukung posisi Indonesia itu, tuturnya, melalui tim teknis yang dibentuk Kemenperin, pemerintah telah menyiapkan sejumlah opsi, apakah perundingan layak dilanjutkan atau master agreement benar-benar akan diakhiri.Dua opsi yang sudah diajukan tim teknis adalah Jepang menyerahkan kepemilikan saham atas Inalum secara keseluruhan kepada pemerintah dengan kompensasi sesuai nilai buku, atau meneruskan kerja sama dengan mayoritas saham ada pada pemerintah RI.Pada tahap pertama, counter proposal ini dapat disampaikan oleh Kementerian BUMN dalam menjawab usulan Jepang.Untuk menghitung opsi itu, lanjut Effendy, Inalum telah menetapkan Ernst & Young sebagai konsultan manajemen.“E&Y akan lihat kalau ambil 100% berapa pemerintah harus bayar, kalau mayoritas apa yang mesti dilakukan, berapa nilai bukunya dan berapa nilai pasar Inalum. Mereka tidak memutuskan sesuatu kerena keputusan terakhir oleh pemerintah.” (rudi.ariffianto@bisnis.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar