Senin, 01 November 2010

Mbah Petruk Ngamuk Ribuan Warga Ngungsi

 Mbah Petruk Ngamuk Ribuan Warga Ngungsi Letusan Lebih Besar Dibanding 2006 * http://www.jpnn.com/beritafoto/normal/20101027_111144/111144_587127_merapi_sar.jpg Anggota tim SAR mendata anggota keluarga warga yang hilang dalam proses evakuasi. Foto: Hermitianta/Radar Jogja (1/7) Anggota tim SAR mendata anggota keluarga warga yang hilang dalam proses evakuasi. Foto: Hermitianta/Radar Jogja * http://www.jpnn.com/beritafoto/normal/20101027_111144/111144_587127_titik_kumpul_pengungsi.jpg Titik Kumpul Warga. Foto: Arief/JPNN (2/7) Titik Kumpul Warga. Foto: Arief/JPNN * http://www.jpnn.com/beritafoto/normal/20101027_111144/111144_587127_bagi_penutup_mulut.jpg Warga menerima pembagian masker di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja (3/7) Warga menerima pembagian masker di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja * http://www.jpnn.com/beritafoto/normal/20101027_111144/111144_587127_pengungsi.jpg Warga mengungsi di Balai Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja (4/7) Warga mengungsi di Balai Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja * http://www.jpnn.com/beritafoto/normal/20101027_115011/115011_738941_nenek_merapi.jpg Warga mengungsi di Balai Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja (5/7) Warga mengungsi di Balai Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja * http://www.jpnn.com/beritafoto/normal/20101027_115011/115011_738941_ruang_bedah.jpg Perawat memberikan pertolongan bagi korban luka bakar akibat awan panas (wedhus gembel) Gunung Merapi di Rumah Sakit Panti Nugroho, Pakem, Sleman. Warga Cangkringan, Sleman, mengungsi pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja (6/7) Perawat memberikan pertolongan bagi korban luka bakar akibat awan panas (wedhus gembel) Gunung Merapi di Rumah Sakit Panti Nugroho, Pakem, Sleman. Warga Cangkringan, Sleman, mengungsi pasca luncuran awan panas dari Gunung Merapi (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja * http://www.jpnn.com/beritafoto/normal/20101027_115011/115011_738941_sar_merapi.jpg Tim SAR Kabupaten Sleman memberangkatkan tiga anggota Tim Pembuka Jalan untuk menyisir lokasi Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, (26/10). Foto: Hermitianta/Radar Jogja (7/7) Tim SAR Kabupaten Sleman memberangkatkan tiga anggota Tim Pembuka Jalan untuk menyisir lokasi Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, (26/10). Foto: Hermitianta/Radar JogjaGUNUNG Merapi akhirnya menunjukkan amarahnya. Tepat pukul 17.02 hari ini, Merapi meletus. Semburan awan panas atau yang lebih dikenal dengan sebutan wedhus gembel, langsung membumbung setinggi 1,5 Km.Dilansir Radar Jogja, ada ribuan pengungsi setelah salah satu gunung api teraktif di dunia itu memuntahkan material panas. Ada ribuan pengungsi yang saat ini panik turun dari kampung-kampung yang berada di punggung dan kaki Merapi.Penduduk Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali, Sri Mulyani yang menyaksikan letusan Merapi mengungkapkan, sempat terlihat pijaran merah menyembur dan membumbung dari kawah Merapi dengan disertai beberapa kali suara letusan. Akibatnya, angin yang berhembus dari selatan Gunung Merapi membawa abu vulkanik ke arah utara. "Hujan debu semakin pekat," ujar Sri Mulyati.Menurutnya, letusan kali ini merupakan yang terbesar yang pernah dilihatnya. Letusan terakhir Merapi pada tahun 2006 silam. "Biasanya warga di sini relatif tenang, tapi untuk letusan kali ini warga jadi panik," ujar Sri Mulyati yang ikut meninggalkan rumah menuju barak pengungsian di lapangan Kecamatan Selo, bersama warga lainnya.Namun, hanya sekitar dua jam, warga Selo sebagian besar sudah balik lagi ke rumahnya masing-masing. Warga yang bermukim di antara Gunung Merbabu dan Merapi itu meyakini mereka tetap bakal selamat. Isyarat bahaya dari Mbah Petruk belum diterima. Mbah Petruk merupakan legenda mistik yang cukup merakyat di kawasan Merapi. Bagi sebagian besar warga, "Si Embah" adalah penguasa Merapi.Hujan abu juga mengguyur sebelah utara Merapi seperi di Kecamatan Muntilan dan Mertoyudan di Kabupaten Magelang. Tak hanya hujan abu, pasir vulkanik juga pun ikut terbawa. Berdasarkan data yang dilansir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wilayah yang termasuk rawan bencana adalah Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Turi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Cangkringan terdiri dari tiga desa yakni Desa Kepuharjo menampung 2.584 penduduk, 557 di antaranya kelompok rentan. Desa Umbulharjo berpenghuni 2.521 penduduk 487 di antaranya kelompok rentan. Desa Glagaharjo menampung 1.401 penduduk, 504 merupakan kelompok rentan.Sementara itu Kecamatan Pakem memiliki dua desa yakni desa Hargobinangun yang berpenduduk 4.569 jiwa, dan Desa Purwobinangun yang dihuni 2.302 jiwa. Adapun Kecamatan Turi terdiri dari dua desa, yaitu Desa Girikerto yang menampung 2.591 jiwa dan Desa Wonokerto yang berpenduduk 2.218 jiwa.Gunung Merapi diyakini para ahli pertama kali menunjukkan aktifitas-nya pada tahun 1006. Dilanjutkan tahun 1786,1822,1872 dan 1930. Letusan-letusan kecil terjadi antara 2-3 tahun, 10-15 tahun dan paling lama pernah tak menunjukkan reaksi selama hampir 70 tahun.Letusan besar pada tahun 1006 bahkan disebut-sebut pernah membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut juga menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Sementara letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang. (afz/sam/jpnn)
JPNN.COM : Mbah Petruk Ngamuk Ribuan Warga Ngungsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar